Randomly of Me: Gitar Sapu Lidi Penyelamat Hari
Hi! Welcome to my blog!
Gue udah sebulan ini mencoba
aktif di dunia per-blogger-an. Kalau lo pikir gampang, nggak. Ini sama
sekali nggak gampang. Nih, ya, gue ceritain. Gue harus bikin konsep dulu, baru
dituliskan kalimat per kalimat, dirapikan paragrafnya, setelah selesai gue
harus cek berulang kali apakah ada kesalahan tipografi atau kesalahan koherensi
tiap paragrafnya.
Terlihat sederhana, tapi
enggak sama sekali. Kegiatan ini memakan banyak waktu gue ternyata. Asli.
Gue sejak awal gerakan #dirumahaja
ini cuma bangun-makan-rebahan-mainan-makan-rebahan-nontonin
YouTube-makan-rebahan-sampai tidur. Kalau dipersingkat menjadi
bangun-makan-rebahan-tidur. Duar!
Semenjak ada dirinya (baca:
blog gue), gue mau nggak mau harus menyelipkan kegiatan menulis di sela-sela
rutinitas maharaja gue. Nah, nah, di sini, nih. Awalnya diselipkan doang,
berikutnya dia jadi yang utama dan mengalahkan
segala-gala-gala-gala-gala-gala-galanya. Itu tuh kayaa, awalnya niat selingkuh
buat cari sedikit angin segar eh, malah keterusan dan nyaman. Pfffffff.
Oke, balik lagi. Gue
beberapa bulan ke belakang memang lagi ada proyek. Composing lagu anak.
Proyek ini adalah proyek penelitian gue buat skripsi kedua. Iya, gue belum
lulus. Gue tahu. Jangan tiru gue. Jangan ikutin gue. Gue lulusnya lama.
Meskipun lagu yang di-compose
adalah lagu anak-anak, si peng-compose harus tetap memperhatikan metode
dan teori composing lagu. Selain itu, peng-compose juga harus
mempertimbangkan range suara anak agar nantinya lagu dapat dinyanyikan
oleh anak tanpa kesulitan.
Lagu anak bisa pakai tanda
birama 2/4, 3/4, 4/4, atau 6/8 kalau lo mau. Gue biasanya bikin di 4/4. Biar
gampang aja, sih. Lagipula 4/4 itu kaya tanda birama standar. Lo jalan aja
pakai tanda birama 4/4.
Lagu anak juga dibikin
singkat, nggak begitu panjang. Jumlah biramanya cuma 20. Itu aja kepotong intro
di awal sebanyak 4 birama. Jadi, aslinya panjang lagunya cuma 16 birama. Bagian
song-nya ada 8 birama, chorus-nya juga ada 8 birama. Kelar, deh.
Oh iya, kalau gue sih selama
ini bikin lagu anak selalu pakai nada dasar natural (Do = C). Terus, biar aman
dan anak-anak bisa ikutan nyanyi tanpa kesulitan, gue pakai range nada dari A3 sampai
F5. Ingat, C natural ada di C4, ya. Jadi intinya, nadanya nggak boleh lebih
rendah dari A3 dan nggak boleh lebih tinggi dari F5. Beberapa nada itu dibolak-balik
sampai capek. Gitu kerjaan gue.
Nah, peng-compose
lagu butuh musik dan lirik. Ada yang bikin liriknya dulu baru dibikin musiknya.
Ada yang bikin musiknya dulu baru dibikin liriknya. Ada juga yang bikinnya
barengan, lirik sekaligus lagu. Bebas, sih. Terserah lo mau pakai cara yang
mana.
Gue sendiri lebih condong bikin
musiknya dulu baru mikirin liriknya. Jadi, gue punya beberapa alternatif musik
yang udah lengkap instrumennya, tapi belum ada liriknya sama sekali.
Musik yang gue bikin tuh
kadang-kadang gue dapetin random. Kaya misalnya, gue lagi rebahan terus
tiba-tiba otak gue menstimulasi mulut gue buat menggumam nggak jelas. Jadi
lagu. Atau misal pas di kamar mandi, lagi enak-enak konsentrasi buat defekasi
eh, tiba-tiba dapet inspirasi musik. Jadi lagu.
Buat meng-compose
musiknya, kadang gue bikin dari progresi akornya dulu. Kadang juga bikin dari
melodinya dulu, dan nggak jarang gue bikin melodi dalam bentuk not angka itu di
lembaran kertas random. Beneran random. Gue pernah nulis di buku
pelajaran adek gue. Gue pernah nulis di kertas bekas print yang nggak
kepakai. Bahkan gue pernah nulis di undangan perkumpulan RT.
Setelah kerangka musik jadi,
gue bikin instrumen pendukungnya. Gue bikinnya manual, ya. Bukan
genjreng-genjreng gitar terus direkam, gitu. Tapi, gue pakai aplikasi buat
nulis not balok. Kaya gini, nih.
Aplikasi penyantol kecambah ini namanya Sibelius |
Gue pakai instrumen oboe buat bikin melodinya, suara 1 dan suara 2. Gue pakai instrumen strings buat bikin intronya, suara 1 dan suara 2 juga. Intronya gue bikin dari empat birama terakhir setiap lagu.
Lalu, gue ambil sapu lidi
dan gue anggap dia sebagai gitar gue. Gitar gue udah rusak, btw. Gitar gue yang
beneran, bukan sapu lidi. Oke, balik lagi ke sapu lidi. Gue pakai sapu lidi
buat bikin pola genjrengnya aja. Akornya gue bikin dari aplikasi Everyone
Piano di laptop atau Perfect Piano di handphone. Gue nggak
punya piano, btw. Besok lah kalau udah sukses gue beli piano. Grand piano.
Selain gue anggap sebagai
gitar, sapu lidi juga berperan buat bikin pola bass. Gue petik satu per satu
lidinya sambil bayangin senar bass. Gue addicted banget sama bass dan
drum. Gue pernah suka sama cowok cuma gara-gara dia punya jenis suara bass,
meskipun gue belum pernah suka sama cowok dengan jenis suara drum. Gue sendiri nggak
bisa bayangin gimana suaranya (?)
Buat bikin pola drum, gue
suka gebug-gebug apa aja yang ada di deket gue. Kalau gue lagi bikin lagu di
kamar, ya gue gebug-gebug kasur. Kalau gue bikin lagu di ruang tamu, ya gue
gebug-gebug meja tamu. Kalau gue lagi bikin lagu dan ditemenin adek gue, ya gue
gebug-gebug dia aja.
Gue meng-compose lagu
anak ini berdasarkan buku tematik anak SD. Jadi, materi yang dipelajari oleh
anak SD itu adalah sumber dari lirik lagu yang gue tulis. Kelihatannya sih
sederhana banget. Tapi aslinya? Udah nggak usah ditanya. Kepala gue rasanya
udah mau meledak mikirin lirik yang tepat buat anak-anak.
Gue beneran. Kepala gue
habis gue acak-acak sendiri. Masalahnya, lagu anak kan singkat, cuma 20 birama. Lo bayangin aja ada berapa kecambah di sana. Jadi, nggak cuma konsep yang harus tepat
plus bahasanya yang harus sesuai sama anak-anak, tapi gue juga harus sesuaikan
dengan melodi yang udah gue bikin sebelumnya. Yah, ini adalah satu kelemahan
dari “bikin musiknya dulu baru bikin liriknya”. Gue pengikut setia: “Kalau ada yang
sulit kenapa harus pakai yang mudah?”
Udahan, deh. Sampai di sini
aja udah 905 kata. Jadi, gue akan mengakhiri Randomly of Me kali ini. Thank
you for having me. Stay safe, fellas. See you! Bye!
Comments
Post a Comment