Indonesia Tergelitik
INDONESIA TERGELITIK
Jika
kita membicarakan mengenai Indonesia, apa yang pertama kali terlintas di benak
kita? Negara yang subur makmur, sangat kaya akan sumber daya alamnya, budayanya
dan keanekaragamannya. Namun pernahkah terlintas di benak kita bahwa di antara
berbagai macam kekayaannya, Indonesia memiliki berbagai permasalahan yang
sangat mencekik.
Apa
yang ada di pikiran kita jika ada yang menyebut Papua? Perkumpulan orang
berkulit hitam, kebudayaan yang masih sangat kental, dan lain sebagainya. Namun
pernahkah berpikir bahwa Papua adalah surga Indonesia? Mengapa disebut
demikian? Tak banyak yang mengetahui bahwa di bawah tanah Papua tersimpan
berbagai macam aset bangsa. Bagi masyarakat awam mungkin adanya PT. Freeport
yang berdiri di atas tanah Papua adalah sebuah kemajuan Indonesia. Namun mereka
tidak pernah berpikir bahwa adanya PT. Freeport justru menghilangkan aset-aset
bangsa tersebut. Gundukan tanah kini berubah menjadi danau tak berair. Emas,
uranium, tembaga kini telah hilang. Kekayaan yang hanya dapat dinikmati oleh
kalangan atas, sedang kalangan bawah terus-menerus tersiksa oleh keadaan. Satu
persen bagi kita mungkin sangat wah,
namun tak pernah terbayang bahwa bangsa asing memiliki emas kita 99 kali lebih
banyak dari kita. Ada kalanya kita harus sedikit berpaling dari masalah-masalah
yang ada di panggung kekuasaan Indonesia dan lebih memberi celah masyarakat
Papua untuk bernapas merasakan bahwa Indonesia masih ada. Namun, pernahkan hal
itu terjadi? Justru di panggung kekuasaan itulah para penguasa yang seharusnya
membela rakyat Papua, merenggut kebahagiaan yang semestinya milik rakyat Papua.
Bagaimana rasanya tak bernegara di tengah megahnya negara? Itulah yang
dirasakan para rakyat Papua. Pernahkah kita berpikir apa itu negara? Perlukah
kita mengenal negara? Atau negara hanya sebagai alat semata? Alat untuk
memuaskan nafsu para petingginya? Secara
teori negara adalah sebuah alat untuk mengatur atau mengendalikan
persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Namun, di masa sekarang “atas
nama masyarakat” telah berganti menjadi “atas nama uang”. Miris memang. Namun itulah
yang terjadi. Pembangunan ekonomi yang dilakukan pada rezim Soeharto telah
membuka peluang asing untuk kembali menjajah Indonesia. Bukan menjajah seperti
zaman Belanda, namun lebih kepada penjajahan sumber daya alam. Perusahaan asing
merebak di Indonesia pada masa itu. Semula berjalan baik di awal namun ternyata
dampak buruk yang dibawa asing lebih banyak dari keuntungan kita. Rakyat
kembali menderita di tengah pesta petinggi negara. Apa yang dapat kita harapkan
dari sebuah kata NEGARA? Apa yang ada di pikiran kita jika ada yang menyebut
hutang negara? Setiap kepala orang Indonesia, bahkan bayi baru lahir telah
menanggung hutang negara dengan nominal yang besar. Namun tidakkah kita
berpikir bahwa semakin rakyat asing mengeruk kekayaan kita, semakin banyak pula
kekayaan terbuang sia-sia. Kekayaan yang sebenarnya dapat digunakan untuk
sekadar membayar sedikir hutang negara itu lenyap. Masih dapatkah mata para
petinggi negeri ini hijau? Mereka tidak pernah berpikir bagaimana cara membayar
hutang negara dengan uang yang telah dikorupsi habis-habisan. Apa yang ada di
pikiran kita jika ada yang menyebut perbatasan? Tentang perjanjian
negara-negara terkait tentang batas wilayahnya? Namun pernahkan terbayang
terdapat sebuah wilayah yang mempunyai kemudahan akses untuk pergi ke negara
tetangga daripada ke negara sendiri? Entah hanya untuk sekadar jalan-jalan,
atau bahkan sekolah. Masih pantaskah mereka menghormat kepada negaranya sedang
negaranya tidak pernah memberi apa yang mereka butuhkan. Salahkah bila mereka
lebih menghormat pada negara tetangga? Negara hanya hadir saat negara
membutuhkan rakyat, sedang negara tidak hadir ketika rakyat membutuhkan negara.
Masihkah pantas kita menyebut bahwa kita masih
memiliki NEGARA? Dengan nasionalisme pagar yang dimiliki rakyat
Indonesia, apakah masih pantas menyebut kita adalah sebuah negara? Nasionalisme
yang hanya muncul apabila terdapat sebuah kekayaan yang terampas? Nasionalisme
yang hanya muncul pada moment-moment tertentu? Secara teori unsur-unsur negara
meliputi penduduk, wilayah dan pemerintah. Jadi, tanpa nasionalisme sebenarnya
telah dapat di sebut negara? Tak dapat seketika disalahkan. Tanpa nasionalisme,
tanpa rasa cinta rakyat terhadap negaranya, negara seperti tak punya nyawa.
Adapun sifat-sifat yang dimiliki negara adalah memaksa, monopoli dan totalitas.
Memaksa kehendak melalui jalur hukum ataupun kekuasaan (memaksa). Menguasai
hal-hal tertentu demi tujuan negara tanpa ada saingan (monopoli). Semua warga
negara harus membayar pajak, wajib membela negara, dan semua warga negara
memiliki derajat yang sama di mata hukum (totalitas).
Indonesia
merupakan sebuah negara yang sangat kaya, baik sumber daya alam maupun
kebudayaannya. Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat indah. Indonesia
merupakan sebuah negara dimana para petinggi bebas untuk menguasai segala hal
atas nama negara. namun Indonesia kini tengah menghadapi masalah yang
berbelit-belit dan masalah tersebut hanya dapat terselesaikan apabila terdapat
keseimbangan dari para petinggi maupun dari para rakyatnya. Indonesia kini
seperti mendapat gelitikan di segala bidang. Baik di sosial, politik, budaya,
ekonomi, dan bahkan pendidikan. Namun lebih dari semua itu, Indonesia adalah
KITA.
happy reading :)
Comments
Post a Comment