DEMOCRACY OR DEMOCRAZY? (part I)


Seperti yang kita tahu, democrazy merupakan salah satu acara di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Acara tersebut memarodikan bentuk pemerintahan kita, demokrasi (dalam Bahasa Inggris: democracy). Dengan adanya acara tersebut, justru semakin menunjukkan kepada seluruh warga Indonesia bahwa democracy di Indonesia telah berganti nama menjadi democrazy. Yaitu demokrasi yang crazy atau demokrasi yang gila. Mengapa disebut gila? Jika kita menilik berbagai kasus mengenai demokrasi di Indonesia, telah banyak kasus yang menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia telah menggila.
Salah satu contoh dari “gilanya” demokrasi adalah kasus suap yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung, AM. Kasus yang diakibatkan oleh realita demokrasi uang telah menodai demokrasi pancasila dan berhasil meluluhlantahkan tatanan demokrasi sesungguhnya. Telah saya sampaikan di review sebelumnya, Mahkamah Agung merupakan mahkamah tertinggi di Indonesia dan bertindak layaknya sebagai “Tuhan”. Jika ketua dari sebuah mahkamah tertinggi telah goyah dan tertindas suap seperti ini, bagaimana nasib para rakyat yang banting tulang memeras keringat mencari uang? Bukannya keadilan yang didapat, melainkan ejekan, cemoohan nahkan cacianlah yang disuguhkan. Sungguh mirisnya negeri ini. Di tengah pesta kekuasaan di atas sana, hanya segelintir wakil rakyat yang benar-benar mewakili rakyat. Kebanyakan dari mereka hanya bekerja untuk partai, bukan bekerja untuk konstitusi apalagi bekerja untuk rakyat. Biasanya, seorang wakil direktur akan sangat gembira apabila kata wakil dihapuskan dari dirinya dan kemudian diganti dengan direktur saja. Namun, para wakil rakyat ini tidak mau jika harus melepaskan embel-embel wakil yang melekat pada dirinya. Padahal rakyat tidak benar-benar merasakan pengaruh dari para wakil rakyat seperti obralan janjinya ketika kampanye. Itulah kesalahan lima menit yang berdampak pada kesengsaraan hidup lima tahun.
Kembali pada masalah demokrasi, demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles di Yunani. Terdapat dua negara kota yang berkembang pesat di Yunani pada zaman Arkais (9-6 SM), yaitu Athena dan Sparta. Demokrasi pun diterapkan pada dua negara kota tersebut. Terdapat perbedaan mendasar antara dua negara kota tersebut, yaitu kepribadian masyarakatnya. Namun perbedaan mendasar itu menyebabkan demokrasi di Yunani hanya berhasil pada satu negara saja.
Athena memiliki penduduk yang pintar. Pekerjaan para warga negaranya cenderung pada pekerjaan yang halus. Dengan artian, penduduk Athena lebih mengandalkan keahlian otak daripada keahlian otot. Para arsitek, cendekiawan, pendidik dan sebagainya menjadi pekerjaan dari penduduk Athena. Namun sebaliknya, Sparta lebih mengandalkan kekuatan otot daripada kekuatan otak. Pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk Sparta antara lain, pandai besi, pejuang perang, dan lain sebagainya. Memang, prajurit dari Sparta diakui sebagai prajurit terhebat di Yunani Kuno. Namun, agaknya sistem demokrasi tidak sesuai dengan adat kebiasaan mereka yang cenderung pada kemampuan fisik. Maka dari itu, demokrasi hanya berhasil ketika diterapkan pada negara Athena sebagai negara yang berintelektual dan lebih mengoptimalkan kemampuan otak.
Demokrasi, berasal dari dua kata yaitu demos dan kratos. Demos berarti rakyat, dan cratos berarti kekuasaan. Dalam demokrasi, terdapat empat komponen penting yang harus ada di dalamnya. Pertama, law atau hukum. Penegakan hukum yang benar-benar adil beserta piranti-piranti hukum yang ada di dalamnya menjadi elemennya. Selain itu, infrasrtuktur politik meliputi partai politik, organisasi masyarakat serta kelompok-kelompok pergerakan lainnya juga termasuk dalam elemen penting. Berbagai rasa dari bermacam-macam paartai politik telah mewarnai dunia politik Indonesia. Banyaknya pilihan partai menyebabkan Indonesia kini berada pada masa mengambang. Seperti diketahui, keadaan mengambang adalah keadaan dimana sesuatu berada pada ketidakjelasan. Ketidakjelasan yang dihadapi para warga negara Indonesia berpangkal pada partai politik. Batas-batas ideologi antar pantai politik terasa samar dan tidak jelas. Karena memang hal-hal yang dilakukan oleh semua partai, mulai partai yang terkenal hingga partai yang tidak terkenal sekalipun pada zaman ini terkesan sama. Sehingga memilih partai A atau B pun tidak jadi masalah karena memang tidak banyak perubahan yang ditimbulkan jika memilih partai A atau pun B. Dan yang membuat saya bingung, mengapa kedua partai yang mempunyai banyak kesamaan, dari ideologi yang mendasar hingga bagian yang di permukaan, tidak dapat bergabung menjadi satu partai saja? Hanya berkoalisi ketika mendekati pemilihan umum, partai yang keluar sebagai pemenang kemudian merangkul partai yang terkalahkan. Ya, hanya permainan politik yang tak kunjung selesai. Dan rakyat yang menjadi korban pesta kekuasaan di atas sana. Para menteri yang seharusnya dipilih karena benar-benar membidangi, hanya digunakan sebagai alat saja. Kini banyak petinggi yang diangkat sebagai menteri namun tidak membidanginya, akibatnya rakyat lah yang semakin menderita. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Salah satu ungkapan yang mencitrakan rakyat di zaman ini. Dunia telah maju, Indonesia kapan?
Komponen yang lain adalah masyarakat yang madani. Seperti yang telah saya urai pada essay sebelumnya, masyarakat madani memiliki beberapa ciri. Yang pertama adalah melek secara intelektualnya. Melek intelektual berarti warga masyarakatnya lebih banyak menggunakan kemampuan otak. Berpengetahuan luas, selalu berpikir terlebih dahulu   sebelum bertindak sehingga dapat memperhitungkan risiko dan memperkecil risiko tersebut. Ciri yang kedua adalah memiliki ekonomi yang mapan. Ekonomi mapan yang dimaksud adalah independensi dalam perekonomian. Masyarakat madani memiliki kreativitas untuk menciptakan lapangan kerja untuk masyarakatnya maupun untuk masyarakat di sekitarnya. Sehingga kebutuhan ekonomi masyarakatnya dapat terpenuhi.
Independensi dalam semua bidang kecuali ekonomi menjadi ciri yang ketiga. Independensi Tak harus mengandalkan kinerja pemerintah jika memang pemerintah dirasa tidak menunjukkan kinerja yang diharapkan. Kemudian masyarakat yang madani harus memiliki cara pandang yang benar mengenai “we” dan “the others” sehingga tidak menimbulkan stereotip dalam masyarakat. Dengan demikian, masyarakat madani akan tidak mudah “terbakar” oleh keadaan yang tidak sesuai.
Mampu menghargai dan memahami orang lain merupakan ciri dari masyarakat yang madani. Rasa toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menjadi poin penting dalam penciptaan kedamaian dan kesejahteraan dalam negara itu sendiri. Apalagi di Indonesia sendiri. Memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda namun tetap satu yakni Indonesia, menuntut warga negaranya untuk selalu bersikap toleran antar satu dengan yang lain atas pluralnya Indonesia.
Yang terakhir adalah moderat, terbuka dengan keadaan. Terbuka dengan keadaan di sini berarti bertindak sebagai penengah dan tidak memihak salah satu pihak ketika terjadi perselisihan, sehingga kedamaian dan kesejahteraan di dalam masyarakat dapat terwujudkan.
Masyarakat madani dapat dikatakan sebagai lahan yang subur dengan masyarakat sebagai tumbuhannya. Negara kita memang telah mengenyam kebebasan, namun kebebasan tersebut tetap dibatasi oleh hukum yang berlaku. Masyarakat yang madani telah mengetahui bahwa terdapat hukum yang membatasi perilaku, perbuatan dan tingkah laku seorang warga negara. Maka dari itu, kesadaran hukum sebuah masyarakat juga menjadi salah satu ciri madani-nya sebuah masyarakat.
Masyarakat madani inilah yang ditunggu-tunggu oleh masa depan Indonesia. masyarakat yang memiliki kepribadian yang intelektual, mapan perekonomiannya, independen, pluralisme, mempunyai sikap toleran serta moderat. Indonesia akan berjaya apabila seluruh warga negara memiliki kepribadian madani.

happy reading :)

Comments

Popular posts from this blog

Johnny and Grandpa: Inside Our Solid Blood

HIDUP MAHASISWA DI ATAS NORMAL (Bagian 6: Balada Ospek Mahasiswa Cupu)

Randomly of Me: A New Beginning