KONSTITUSI BESERTA SEBUAH DASAR NEGARA


Negara. Sebenarnya apakah tujuan dari didirikannya sebuah negara? Apakah hanya untuk ke-eksisan belaka? Atau bahkan hanya sebagai status? Pada dasarnya, sebuah negara didirikan mempunyai suatu tujuan yang umum. Satu kata untuk mewakilinya, yaitu kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan politik, ekonomi serta sosial budaya. Sebuah negara yang mempunyai politik yang sejahtera pasti akan mendapati kepemerintahan yang terstruktur. Sebuah negara yang mempunyai ekonomi yang sejahtera pasti akan mendapati dukungan dari seluruh warga negara. Sebuah negara yang mempunyai sosial budaya yang sejahtera pasti akan mendapati keseimbangan globalisasi, artinya kebudayaan asing dan kebudayaan milik sendiri sanggup berakulturasi secara tepat dengan kehidupan sosial di masyarakat.
Menurut Max Weber, dalam perjalanan sebuah negara menuju sebuah tujuan tersebut melahirkan dua sifat, yang pertama yaitu memaksa dan yang kedua yaitu memonopoli. Kedua sifat tersebut boleh jadi menjadikan pemerintahan yang otoriter. Maka dari itu, untuk menghindarkan keduanya agar tidak berdampak pada otoriterisme pemimpin, diperlukan adanya pengontrol. Pengontrol dalam hal ini dapat sebagai pengontrol tertulis maupun pengontrol tidak tertulis.
Konstitusi atau Undang-undang  dapat dikatakan sebagai pengontrol tertulis. Nah, sebagai pengontrol tertulis, konstitusi harus memenuhi persyaratan berikut:
1.    Konstitusi harus merupakan konsensus atau kesepakatan
Di dalam sebuah negara, tidak mungkin terjadi kesamaan pemikiran apalagi  kesamaan pendapat. Karena memang di dalam sebuah negara, keterlibatan seluruh warga negara memegang poin penting dalam kelangsungan hidup negara tersebut. Maka dari itu, akan dibentuk suatu kesepakatan yang di dalamnya berisi kesepakatan dari seluruh pihak terkait.
2.    Konstitusi bersifat legal-formal
Sifat legal di sini berarti resmi. Jadi, Rancangan Undang-undang tidak dapat dijadikan rujukan hukum sebelum diresmikan dan berganti nama menjadi Undang-undang. Sedangkan formal di sini berarti mengikat. Seseorang yang telah resmi menjadi warga negara secara otomatis akan terikat dengan peraturan perundang-undangan di negara tersebut.

3.    Konstitusi adalah sumber tertib hukum
Konstitusi dibentuk untuk membuat para warga negaranya untuk dapat menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara lebih teratur dan terarah pada tujuan negara awal, yakni kesejahteraan. Undang-undang sebagai kesepakatan para warga negara di dalam negara tertentu dapat dipastikan menjadi rujukan hukum di setiap proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Indonesia yang mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi tenyata mempu memaksimalkan camput tangan para warga negaranya. Banyak kasus yang telah diselesaikan akibat demokrasi dari warga negara Indoneisa sendiri. Hal ini menujukkan bahwa di sebuah negara demokrasi, sebuah konstitusi tidak selalu dapat diandalkan untuk menjadi pengontrol dalam mencapai tujuan negara. Sebaliknya, pengaruh dari swasta lah yang mempu mengontrol pemerintahan untuk mencapai tujuan negara, yakni kesejahteraan.
ICW contohnya, Indonesia Corruption Watch ini telah membuka peluang banyak petinggi negara untuk dicurigai oleh KPK sebagai maaf, koruptor. Telah banyak kasus-kasus yang berhasil diungkap oleh KPK dan ternyata pancingan tersebut datangnya dari ICW. Contoh lain adalah peran para mahasiswa yang menuntut pemerintahan yang bersih. Presiden Soeharto adalah seorang presiden yang berhasil dilengserkan dari jabatannya oleh para mahasiswa yang berdemonstrasi dalam reformasi 1998 silam. Buruh juga menjadi contoh dari tingginya peran swasta dalam mencapai tujuan negara. Demonstrasi yang dilakukan para buruh telah berhasil menaikkan upah kerja minimal mereka. Demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan buruh Indonesia juga telah menghasilkan JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional.
Dunia pers pun tak kalah menarik untuk dibahas. Seperti yang telah diketahui beberapa tokoh politik Indonesia juga melebarkan sayapnya ke dunia penyiaran dan komunikasi ini. Dengan adanya pers yang di motori oleh gerakan politik inilah yang menyebabkan kita untuk selalu memfilter atau menyaring semua tontonan kita. Karena boleh jadi acara yang kita tonton merupakan sebuah kampanye terselubung atau hanya untuk menjatuhkan pihak lain yang dianggapnya musuh dan menjadikan kita tersetir atau termainkan oleh politik para petinggi di panggung sandiwara mereka. Para LSM, mahasiswa, buruh dan pers dapat dikatakan sebagai pengontrol tidak tertulis yang notabene memiliki prosentase yang lebih tinggi dari pengontrol tertulis yaitu konstitusi.
Oleh karena itu, di negara ini kita harus menjadi warga negara yang madani. Madani di sini dapat diartikan sebagai warga negara yang melek intelektualnya, berekonomi mapan serta tidak mudah terbakar suasana. Melek intelektual, warga negara haruslah cerdas. Cerdas dalam segi pengetahuan yang luas maupun cerdas dalam kritisasi birokrasi pemerintahan. Dalam sebuah negara, sebatas cerdas belum mampu mengubah kehidupan bermasyarakatnya maupun bernegaranya. Cerdas harus diimbangi dengan keberanian mengungkapkan pendapat di muka umum. Bukankah setiap warga negara berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum? Gunakan itu sebaik mungkin.
Kemudian kemapanan ekonomi juga menjadi tolak ukur ke-madani-an sebuah kelompok atau perorangan. Seseorang harus dapat menciptakan lapangan kerjanya sendiri, dan bukan hanya berpangku tangan menunggu  lowongan kerja datang. Inginkah Anda hanya hidup “menumpang” pada orang lain? Menjadi “benalu” bagi orang lain? Tentu tidak kan. Karena itulah ekonomi harus dibangun bukan dari para petinggi, namun oleh diri kita sendiri.
Pernahkah Anda melihat sekelompok orang yang  “terbakar” karena sesuatu hal yang sebenarnya hanya masalah sepele? Agama contohnya, balasan agama tidaklah nyata seperti balasan pancasila. Inilah yang terkadang menjadikan sekelompok orang menjadi “terbakar” hanya karena suatu masalah yang tidak penting. Memperdebatkan cara sholat atau memperdebatkan bacaan sholat merupakan hal yang tidak begitu penting bagi saya. Memperdebatkan hal semacam itu hanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak mengerti akan aturan agama. Hal itulah yang menunjukkan bahwa kelompok tersebut belum dapat disebut sebagai masyarakat yang madani.
Banyak orang-orang cerdas dari negara kita ini yang terpaksa mengantongi nasionalismenya karena tidak mendapat tempat di wilayah teritorialnya sendiri. Indonesia masih takut untuk menginvestasikan dana untuk penelitian. Namun, alokasi dana Indonesia masih berkutat pada politik saja. Untuk pelaksanaan pemilihan umum misalnya, sekitar 16 triliyun telah dipersiapkan oleh pemerintah untuk pemilihan umum tahun 2014. Angka yang wow menurut saya. Prosentase yang sungguh berbanding terbalik dengan anggaran yang dipersiapkan untuk pelaksanaan penelitian para warga negara Indonesia.
Amandemen-amandemen yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Undang-undang belum terlihat dampaknya secara signifikan. Sangat diperlukan adanya sebuah perincian dari hukum Indonesia yang terkesan masih umum.
Indonesia kini seperti seorang putri tidur yang sedang menunggu seorang pangeran untuk menciumnya. Namun ternyata pangeran itu tidak kunjung datang sehingga putri semakin lelap dalam tidurnya. Entah kapan datangnya sebuah aufklarung untuk Indonesia sehingga Indonesia sanggup terbangun dari tidur panjangnya dan mulai membentuk sebuah negara yang memihak kepada warga negaranya.

happy reading :)

Comments

Popular posts from this blog

Johnny and Grandpa: Inside Our Solid Blood

HIDUP MAHASISWA DI ATAS NORMAL (Bagian 6: Balada Ospek Mahasiswa Cupu)

Randomly of Me: A New Beginning